Selasa, 08 November 2011

JIKA MATH ANXIETY MAKA UN ANXIETY

Banyak orang dimasyarakat teknologi tinggi saat ini mengalami perasaan intimidasi dan ketakutan saat berhadapan dengan matematika, “mereka” menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk diajarkan ataupun dipelajari. Salah satu alas an kenapa demikian adalah karena matematika merupakan pelajaran yang sangat hierarkis. Hal ini bukan berarti bahwa terdapat suatu tata urut yang mutlak diperlukan untuk mempelajari matematika tersebut, tetapi kemampuan untuk mempelajari materi baru seringkali memerlukan pemahaman yang memadai tentang satu atau lebih materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Seringkali terungkapkan bahwa setiap orang memiliki suatu langit-langit matematika adalah memang benar, karena para anak dan para orang dewasa dalam mempelajari matematika memiliki kecepatan yang sangat berbeda-beda. Sebuah konsep yang bisa dikuasai dalam satu kali pertemuan saja oleh seseorang, bisa memerlukan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu bagi yang lainnya, dan mungkin terjadi tidak bisa terpecahkan oleh mereka yang kurang pemahamannya tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tadi. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang sangat besar dalam pencapain belajar matematika diantara anak yang sama usianya.
Dari kenyataan ini maka a). jika laju pelajaran terlalu cepat maka pemahaman tidak akan terbentuk, b). jika laju pelajaran terlalu lambat maka para siswa akan menjadi bosan. Banyaknya materi yang tepat diberikan pada suatu rentang waktu yang sama juga sangat beragam dan sangat tergantung kepada pencapaian daripada siswa. Mereka yang pencapaiannya tinggi seringkali berjalan sekian jauh dalam suatu rentang waktu, tetapi bagi mereka yang pencapaiannya rendah perlu berjalan dalam tahapan-tahapan yang lebih kecil serta perlu mengulang kembali materi atau bahan yang telah diberika sebelumnya.
Selanjutnya matematika sering dipandang oleh sejumlah orang sebagai lahan studi yang sangat objektif serta dibersihkan dari perasaan-perasaan . selain itu sejumlah orang berkeyakinan bahwa salah satu tujuan mempelajari matematika adalah untuk mambantu mengembangkan cara berfikir yang teratur dan analitis. Jika matematika benar-benar sedemikian jauh dilepaskan dari alam perasaan, kenapa kemudian ternyata diperbahaskan sikap-sikap atau perasaan terhadap matematika salah satunya adalah math anxiety (gelisah matematika).
Math anxiety ternyata diderita oleh juataan orang. Menurut Dr. Sheila Tobias, gelisah matematika adalah kegagalan untuk berani saat berhadapan dengan keharusan untuk melakukan perhitungan atau suatu analisis yang melibatkan bilangan, geometri atu konsep-konsep matematika. Math anxiety merupakan suatu respon dari waktu ke waktu terhadap stress di ruang kelas matematika dimana tes-tes seringkali diberikan dibawah tekanan waktu dan lain sebagainnya.
Math anxiety mempengaruhi baik laki-laki ataupun perempuan, tetapi pengaruhnya terhadap perempuan lebih tinggi, kaum perempuan seringkali mengalami stress yang lebih tinggi saat melakukan sesuatu yang dalam budaya kita dipandang berada dalam “domain” laki-laki. Bagaimanapun sejarah membuktikan banyak perempuan yang berhasil dalam matematika serta bidang-bidang lain yang berlandaskan matematika.
Pentinglah para guru mengamati sifat atau gejala dan indicator dari gelisah matematika dalam diri para siswa, misalnya para siswa mungkin mengalami ketidakmampuan atau kegelisahan untuk menyelesaikan soal-soal verbal, lebih lanjut siswa-siswa mungkin tidak bisa berbuat apa-apa pada suatu tes misalnya Ujian Nasional. Pandangan bahwa jawaban yang salah merupakan jawaban yang “buruk” dan jawaban yang benar adalah jawaban yang “baik” harus berubah. Penekanan mesti ditempatkan pada proses daripada hasil. Dengan dorongan dari guru, lingkungan yang membina dan izin untuk melaju dalam kecepatan diri sendiri, para siswa yang mengalami gelisah matematika bisa dibantu agar pada akhirnya menghilangkan gelisah matematika dalam mengerjkan soal-soal matematika misalnya Ujian Nasioanl untuk lebih jauh dalam kehidupan mereka.
Berbicara tentang Ujian Nasional, pelaksanaan ujian nasional ini tinggal sebentar lagi. Semua elemen yang terkait begitu sibukmempersiapkannya. Hal ini akibat dari perubahan dan perkembangan serta dinamisasi pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Implementasinya adalah bahwa UN yang akan dilaksanakan pada tahun ini sedikit berbeda dengan format pada tahun yang lalu misalnya pemerintah akan menggunakan lima tipe soal, cara tersebut memang tidak akan menjamin ujian bakal bebas dari kebocoran tapi setidaknya bisa menekan kemungkinan untuk mencontek. Menurut mentri pendidikan uhammad Nuh, cara ini digunakan dengan asumsi satu ruang ujian berisi 30 siswa, sehingga bisa mempersulit peserta yang ingin mencontek jawaban rekannya. Selain penggunaan lima tipe soal, pemerintah juga bakal memperketat alur soal ujian nasional dari percetakan hingga distribusi ke tempat ujian.
Beberapa format baru UN ini jelas membuat para elemen-elemen terkait merasa gelisah, pasalnya UN itu berhubungan erat dengan masalah “harga diri dan kehormatan”, siap yang mau harga diri dan kehormatannya jatuh gara-gara UN. Kegelisahan itu tentu tertuju pada pelajaran-pelajaran yang diUjian Nasionalkan yang salah satunya adalah Matematika.
Maka jika siswa mengalami gejala-gejala “Math Anxiety (gelisah matematika)” maka siswa juga akan mengalami “UN Anxiety (gelisah dalam menghadapi UN)”. Oleh karena itu ini adalah tugas bersama bagaimana pelaksanaan pendidikan di Negara kita itu bisa di rencanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar bersih dari kecurangan-kecurangan yang mungkin bagi sejumlah orang melaksanakan kecurangan itu karena terpaksa dimana situasi yang membuatnya harus berbuat curang, ya.. itu tadi berkaitan dengan “harga diri dan kehormatan”. Semoga Math Anxiety yang berujung pada UN Anxiety bisa sedikit demi sedikit bisa di hilangkan pada diri siswa sehingga siswa tidak lagi merasa ketakutan dikala menghadapi soal-soal matematika dan menghadapi Ujian Nasioanl yang akhirnya menjadi “Math Love” yang berujung pada “UN Love”.

Tidak ada komentar: