Sabtu, 24 Desember 2011



 CARA PEMIJAHAN IKAN GURAME

I. PERSIAPAN PEMIJAHAN
Kolam pemijahan dapat berupa kolam tanah atau kolam tembok tetapi dasar kolam diusahakan tetap tanah.  Dasar kolam tanah akan merangsang induk gurami untuk  segera memijah.  Syarat kolam pemijahan yaitu : airnya jernih, tenang dan mengalir kecil sehingga suplai oksigen juga terpenuhi, ada pintu pemasukan dan pengeluaran air dan tidak boleh terlalu banyak mengandung lumpur karena airnya cepat keruh, air yang keruh dapat menutupi permukaan telur, akibatnya akan mempengaruhi keberhasilan penetasan telur.


1.     Persiapan Kolam Pemijahan
Persiapan kolam pemijahan bertujuan untuk menciptakan lingkungan kolam dalam kondisi optimal bagi ikan gurami untuk melakukan pemijahan.  Kolam pemijahan harus dilengkapi dengan saluran pemasukan air dan pengeluaran.  Saluran pemasukan air dibutuhkan untuk mensuplai air baru agar air kolam tetap segar dan ketersediaan oksigen terlarut tetap terjaga.  Aliran air yang masuk ke kolam dapat merangsang ikan untuk memijah.
Ikan Gurami seperti ikan air tawar lainnya juga akan terangsang berpijah bila ada suasana baru dalam kolam, seperti bau ampo yang terbentuk akibat pengeringan tanah kolam kemudian kena air baru.  Hal inilah yang menyebabkan pengeringan dan penjemuran pada dasar kolam pemijahan mutlak dilakukan.  Selain kegiatan pengeringan, pemberian pakan daun talas juga dapat merangsang gurami untuk segera kawin.
Tahapan kegiatan yang perlu dilakukan untuk menyiapkan kolam pemijahan ikan gurami adalah sebagai berikut :
a.    Kolam dikeringkan 3-7 hari, tergantung cuaca dan ketebalan lumpur di kolam.  Tujuan pengeringan kolam yaitu merangsang birahi induk untuk segera kawin, membunuh hama dan penyakit  serta membuang gas-gas yang membahayan ikan (misalnya: amoniak (NH3) dan H2S)
b.    Perbaikan pematang, membersihkan kolam dari semua kotoran yang ada dan masuk ke kolam serta membersihkan rumput liar disekitar pematang
c.    Jika dasar kolam banyak mengandung lumpur segera dikurangi atau dibuang
d.    Setelah pengeringan kolam, dilakukan pengapuran dengan dosis 100gr/m2.  Pemberian kapur selain untuk menaikkan pH tanah juga untuk membunuh bibit-bibit penyakit yang terdapat di dasar kolam
e.    Kolam pemijahan diisi dengan air bersih, jernih dan memenuhi persyaratan untuk kehidupan dan telur nantinya sedalam 80 cm
f.     Setelah 3-4 hari dari pengisian air kolam, induk sudah dapat dimasukkan ke kolam pemijahan
Apabila sumber air kurang jernih atau keruh, sebaiknya air diendapkan terlebih dahulu dalam bak pengendapan.  Air kolam yang keruh akan menyebabkan telur terselimuti oleh lumpur sehingga telur-telur membusuk dan tidak menetas.  Disamping itu, air yang keruh kita akan kesulitan untuk mengetahui apakah telah terjadi aktifitas pemijahan dan apakah sarang telah berisi telur atau belum.

2.     Mempersiapkan Sarang
Induk gurami membuat sarang terlebih dahulu sebelum melakukan pemijahan. Gurami meletakkan dan menyimpan telurnya didalam sarang.  Di alam, induk gurami jantan membuat sarang yang terbuat dari rumput-rumput kering yang disusun di pojokan kolam.  Agar proses pemijahan gurame dapat berlangsung lebih cepat, pembudidaya perlu menyediakan tempat kerangka sarang (sosog) dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bahan sarang (seperti ijuk, sabut kelapa).  Keberadaan bahan sarang tersebut juga merangsang induk cepat untuk memijah.

a.     Kerangka Sarang (Sosog)
Kerangka sarang dapat berupa sosog, ranting-ranting pohon dan bilah bambu yang cukup ditancapkan di pinggir pematang kolam. Pemakaian dengan bilah bambu lebih praktis, hemat biaya, dan induk gurami lebih fleksibel dalam membuat sarang.  Sedangkan sosog adalah anyaman bambu berbentuk kerucut dengan diameter lingkaran mulut sosog antara 25-30 cm dan dalamnya 30-40 cm.  Pemasangan sosog dilakukan di pematang dengan cara tangkainya ditancapkan ke pematang kolam.  Namun ada juga yang memasang sosog di bagian tengah kolam dengan cara memasang tangkai pada pangkal sosog .  Penempatan sosog di bagian tengah kolam bertujuan untuk mengantisipasi induk yang enggan membuat sarang dipinggir kolam, karena kondisi pinggir kolam yang kurang nyaman dan banyak lalu lalang orang.

Pemasangan sosog disarankan sekitar 15-30 cm di bawah permukaan air kolam. Jarak pemasangan antara sosog yang satu dengan lainnya sekitar 2 – 4 m.  Jumlah sosog yang dipasang di kolam pemijahan disesuaikan dengan jumlah induk betina. Satu ekor induk betina biasanya membutuhkan satu sarang untuk meletakkan telurnya.  Namun, semakin banyak kerangka yang dipasang maka akan semakin baik karena induk gurami akan lebih leluasa memilih tempat yang diperkirakan aman dan nyaman untuk meletakkan telurnya.

b.     Bahan Sarang

Bahan sarang untuk pemijahan gurami dapat berupa ijuk, sabut kelapa dan rumput-rumput kering.  Namun , yang paling banyak digunakan adalah ijuk dan sabut kelapa karena lebih praktis, murah, dan mudah didapat.  Pilihlah ijuk yang lembut untuk menghindari pecah atau rusaknya telur akibat gesekan dengan ijuk.  Sebelum digunakan ijuk dan sabut kelapa dicuci hingga bersih dan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur.
Bahan pembuat sarang ini biasanya ditempatkan dipinggir atau di tengah kolam dengan posisi menggantung supaya induk dapat dengan mudah mengambil ijuk atau sabut kelapa.  Agar bisa menggantung, ijuk dan sabut kelapa dijepit secara longgar dengan bilah bambu yang dipasang dipinggiran kolam.  Namun kelemahannya, banyak ijuk yang jatuh ke dasar kolam atau tertimbun lumpur.

Penempatan bahan sarang yang umum dilakukan pembudidaya yaitu diatas para-para yang terbuat dari bambu.  Para-para bambu ini diberi kaki pada keempat sudutnya sehingga mampu menahan ijuk/sabut kelapa yang ditempatkan di atasnya.  Bahan tersebut diletakkan diatas para-para yang terendam air atau rata dengan air supaya mudah diambil induk jantan.  Oleh induk jantan, ijuk/sabut kelapa diambil dan dipindahkan ke sosog atau bilah bambu yang di tancapkan pinggir pematang kolam.


3.     Penebaran Induk Kekolam Pemijahan
Induk gurami yang telah matang gonad dan siap mijah dapat segera dipindahkan  ke kolam pemijahan.  Ciri-ciri induk ikan gurame yang baik adalah sebagai berikut:
a. Memiliki sifat pertumbuhan yang cepat.
b. Bentuk badan normal (perbandingan panjang dan berat badan ideal).
c. Ukuran kepala relatif kecil
d. Susunan sisik teratur,licin, warna cerah dan mengkilap serta tidakluka.
e. Gerakan normal dan lincah.
f. Bentuk bibir indah seperti pisang, bermulut kecil dan tidak berjanggut.
g. Berumur antara 2-5 tahun.
Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:

a. Betina
- Dahi menonjol.
- Dasar sirip dada terang gelap kehitaman.
- Dagu putih kecoklatan.
- Jika diletakkan pada tempat datar ekor hanya bergerak-gerak.
- Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.

b. Jantan
- Dahi menonjol.
- Dasar sirip dada terang keputihan.
- Dagu kuning.
- Jika diletakkan pada tempat datar ekor akan naik.
- Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.

Penangkapan dan pelepasan induk yang telah matang gonad dilakukan secara hati-hati agar induk tidak terluka atau stress.  Penangkapan induk sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari ketika cuaca tidak terlampau panas.  Hal ini untuk menghindari stress pada ikan akibat perbedaan suhu yang terlalu tinggi antara di kolam induk dengan suhu di kolam pemijahan.  Pemindahan induk ke kolam pemijahan dilakukan setelah kolam pemijahan sudah siap dan telah diisi air.
Penangkapan induk gurami yaitu dengan cara melokalisir induk dengan menggiringnya disalah satu  sisi kolam dengan menggunakan jarring yang dibentangkan.  Setelah ruang geraknya dipersempit, induk dapat ditangkap dengan menggunakan tangan dan dilakukan dengan hati-hati.  Penangkapan induk harus dilakukan satu demi satu.  Penangkapan induk tidak disarankan menggunakan seser, karena akan mengakibatkan sisik ikan banyak yang terkelupas.
Cara memegang induk gurami ada caranya yaitu induk dipegang dengan tangan dengan posisi badan terbalik.  Induk dipegang pelan dan hati-hati, mata gurami diusahakan tertutup oleh telapak tangan agar tidak berontak.  Bagi yang belum mahir dapat menggunakan kain halus basah yang diselimutkan pada tubuh ikan secara hati-hati.  Selanjutnya induk diangkat secara pelan-pelan dengan posisi terlentang juga.  Induk yang tertangkap dimasukkan ke dalam drum atau ember besar berisi air yang telah dipersiapkan.
Pemasukkan induk ke kolam pemijahan harus dilakukan secara hati-hati. Masukkan induk bersama dengan wadahnya ke kolam pemijahan dan biarkan gurami keluar dan berenang dengan sendirinya.  Pemindahan induk dapat juga dengan cara mempergunakan kain halus basah, kemudian diangkut dan dilepaskan bersama pembungkusnya.  Dengan cara ini kemungkinan induk jatuh karena meronta dapat dikurangi atau dihindari.  Jika induk sampai terjatuh maka akan dapat menyebabkan stress sehingga induk tidak mau memijah.


Selasa, 08 November 2011

JIKA MATH ANXIETY MAKA UN ANXIETY

Banyak orang dimasyarakat teknologi tinggi saat ini mengalami perasaan intimidasi dan ketakutan saat berhadapan dengan matematika, “mereka” menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk diajarkan ataupun dipelajari. Salah satu alas an kenapa demikian adalah karena matematika merupakan pelajaran yang sangat hierarkis. Hal ini bukan berarti bahwa terdapat suatu tata urut yang mutlak diperlukan untuk mempelajari matematika tersebut, tetapi kemampuan untuk mempelajari materi baru seringkali memerlukan pemahaman yang memadai tentang satu atau lebih materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Seringkali terungkapkan bahwa setiap orang memiliki suatu langit-langit matematika adalah memang benar, karena para anak dan para orang dewasa dalam mempelajari matematika memiliki kecepatan yang sangat berbeda-beda. Sebuah konsep yang bisa dikuasai dalam satu kali pertemuan saja oleh seseorang, bisa memerlukan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu bagi yang lainnya, dan mungkin terjadi tidak bisa terpecahkan oleh mereka yang kurang pemahamannya tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tadi. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang sangat besar dalam pencapain belajar matematika diantara anak yang sama usianya.
Dari kenyataan ini maka a). jika laju pelajaran terlalu cepat maka pemahaman tidak akan terbentuk, b). jika laju pelajaran terlalu lambat maka para siswa akan menjadi bosan. Banyaknya materi yang tepat diberikan pada suatu rentang waktu yang sama juga sangat beragam dan sangat tergantung kepada pencapaian daripada siswa. Mereka yang pencapaiannya tinggi seringkali berjalan sekian jauh dalam suatu rentang waktu, tetapi bagi mereka yang pencapaiannya rendah perlu berjalan dalam tahapan-tahapan yang lebih kecil serta perlu mengulang kembali materi atau bahan yang telah diberika sebelumnya.
Selanjutnya matematika sering dipandang oleh sejumlah orang sebagai lahan studi yang sangat objektif serta dibersihkan dari perasaan-perasaan . selain itu sejumlah orang berkeyakinan bahwa salah satu tujuan mempelajari matematika adalah untuk mambantu mengembangkan cara berfikir yang teratur dan analitis. Jika matematika benar-benar sedemikian jauh dilepaskan dari alam perasaan, kenapa kemudian ternyata diperbahaskan sikap-sikap atau perasaan terhadap matematika salah satunya adalah math anxiety (gelisah matematika).
Math anxiety ternyata diderita oleh juataan orang. Menurut Dr. Sheila Tobias, gelisah matematika adalah kegagalan untuk berani saat berhadapan dengan keharusan untuk melakukan perhitungan atau suatu analisis yang melibatkan bilangan, geometri atu konsep-konsep matematika. Math anxiety merupakan suatu respon dari waktu ke waktu terhadap stress di ruang kelas matematika dimana tes-tes seringkali diberikan dibawah tekanan waktu dan lain sebagainnya.
Math anxiety mempengaruhi baik laki-laki ataupun perempuan, tetapi pengaruhnya terhadap perempuan lebih tinggi, kaum perempuan seringkali mengalami stress yang lebih tinggi saat melakukan sesuatu yang dalam budaya kita dipandang berada dalam “domain” laki-laki. Bagaimanapun sejarah membuktikan banyak perempuan yang berhasil dalam matematika serta bidang-bidang lain yang berlandaskan matematika.
Pentinglah para guru mengamati sifat atau gejala dan indicator dari gelisah matematika dalam diri para siswa, misalnya para siswa mungkin mengalami ketidakmampuan atau kegelisahan untuk menyelesaikan soal-soal verbal, lebih lanjut siswa-siswa mungkin tidak bisa berbuat apa-apa pada suatu tes misalnya Ujian Nasional. Pandangan bahwa jawaban yang salah merupakan jawaban yang “buruk” dan jawaban yang benar adalah jawaban yang “baik” harus berubah. Penekanan mesti ditempatkan pada proses daripada hasil. Dengan dorongan dari guru, lingkungan yang membina dan izin untuk melaju dalam kecepatan diri sendiri, para siswa yang mengalami gelisah matematika bisa dibantu agar pada akhirnya menghilangkan gelisah matematika dalam mengerjkan soal-soal matematika misalnya Ujian Nasioanl untuk lebih jauh dalam kehidupan mereka.
Berbicara tentang Ujian Nasional, pelaksanaan ujian nasional ini tinggal sebentar lagi. Semua elemen yang terkait begitu sibukmempersiapkannya. Hal ini akibat dari perubahan dan perkembangan serta dinamisasi pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Implementasinya adalah bahwa UN yang akan dilaksanakan pada tahun ini sedikit berbeda dengan format pada tahun yang lalu misalnya pemerintah akan menggunakan lima tipe soal, cara tersebut memang tidak akan menjamin ujian bakal bebas dari kebocoran tapi setidaknya bisa menekan kemungkinan untuk mencontek. Menurut mentri pendidikan uhammad Nuh, cara ini digunakan dengan asumsi satu ruang ujian berisi 30 siswa, sehingga bisa mempersulit peserta yang ingin mencontek jawaban rekannya. Selain penggunaan lima tipe soal, pemerintah juga bakal memperketat alur soal ujian nasional dari percetakan hingga distribusi ke tempat ujian.
Beberapa format baru UN ini jelas membuat para elemen-elemen terkait merasa gelisah, pasalnya UN itu berhubungan erat dengan masalah “harga diri dan kehormatan”, siap yang mau harga diri dan kehormatannya jatuh gara-gara UN. Kegelisahan itu tentu tertuju pada pelajaran-pelajaran yang diUjian Nasionalkan yang salah satunya adalah Matematika.
Maka jika siswa mengalami gejala-gejala “Math Anxiety (gelisah matematika)” maka siswa juga akan mengalami “UN Anxiety (gelisah dalam menghadapi UN)”. Oleh karena itu ini adalah tugas bersama bagaimana pelaksanaan pendidikan di Negara kita itu bisa di rencanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar bersih dari kecurangan-kecurangan yang mungkin bagi sejumlah orang melaksanakan kecurangan itu karena terpaksa dimana situasi yang membuatnya harus berbuat curang, ya.. itu tadi berkaitan dengan “harga diri dan kehormatan”. Semoga Math Anxiety yang berujung pada UN Anxiety bisa sedikit demi sedikit bisa di hilangkan pada diri siswa sehingga siswa tidak lagi merasa ketakutan dikala menghadapi soal-soal matematika dan menghadapi Ujian Nasioanl yang akhirnya menjadi “Math Love” yang berujung pada “UN Love”.

PANDANGAN DAN PENGUASAAN GURU MATEMATIKA TERHADAP MATEMATIKA

Kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan guru di dalam kelas merupakan suatu keputusan yang ditetapkan oleh guru tersebut. Menurut Carpenter, Fennema, & Peterson , keputusan yang diambil oleh guru dalam menetapkan pembelajaran di dalam kelas, bergantung atas: (1) pengetahuan, (2) keyakinan, dan (3) assesmen terhadap pengetahuan siswa melalui observasi atas tingkah-laku siswa.
Pengetahuan guru matematika meliputi pengetahuan tentang matematika, pedagogi dan pengetahuan tentang kognisi siswa dalam matematika. Ketiga komponen pengetahuan tersebut berinteraksi menghasilkan suatu pengetahuan yang khusus sesuai konteks atau situasi di dalam kelas. Sedangkan keyakinan guru matematika, menurut Ernest meliputi empat unsur, yaitu: (a) konsepsi (pandangan) guru tentang matematika, (b) model pengajaran matematika, (c) model belajar matematika, dan (d) prinsip-prinsip umum pendidikan.
Ernest menyatakan bahwa pandangan seorang guru terhadap matematika adalah keyakinan secara sadar yang tertanam dalam lubuk hati mengenai konsep-konsep, makna, aturan-aturan, gambaran mental dan preferensi dalam disiplin ilmu matematika. Pandangan guru terhadap matematika dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu; (1) Pandangan Problem Solving, (2) Pandangan Platonis, dan (3) Pandangan Instrumentalis.
Pandangan problem solving memandang matematika sebagai sesuatu yang dinamik, yaitu ruang penciptaan dan penemuan manusia yang berkembang secara terus menerus di mana pola-pola dimunculkan dan kemudian disaring menjadi pengetahuan. Jadi matematika merupakan suatu proses pencarian dan sampai pada mengetahui sehingga terjadi penambahan pengetahuan.
Pandangan Platonis memandang matematika sebagai sesuatu yang statik tetapi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang terpadu, bidang tentang struktur dan kebenaran yang saling terkait dengan kuat, satu sama lain terikat oleh logika dan makna. Jadi matematika sesuatu yang monolit, produk yang bersifat statik dan kekal. Matematika adalah ditemukan, bukan diciptakan.
Pandangan instrumentalis memandang matematika seperti sejumlah peralatan yang terbuat dari himpunan-himpunan fakta, aturan, dan keterampilan; untuk digunakan dengan cekatan oleh pekerja tangan yang terlatih dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan. Jadi matematika adalah suatu himpunan dari aturan dan fakta yang tidak saling terkait tetapi bermanfaat.
Menurut Dossey (1992) perbedaan pandangan para matematikawan tentang matematika mempunyai dampak yang besar terhadap perkembangan kurikulum matematika, pembelajaran, dan penelitian. Dan menurut Thompson (1992) perbedaan pandangan guru terhadap matematika mengakibatkan berbedanya praktek pembelajaran matematika didalam kelas. Ciri seorang guru yang memandang matematika hanya sebagai himpunan alat (berpandangan instrumentalis) akan lebih menekankan kepada mendemonstrasikan aturan dan prosedur dalam proses pembelajaran.
Sedangkan seorang guru yang memandang matematika sebagai suatu subyek yang koheren yang memuat topik-topik yang saling berhubungan secara logis (berpandangan platonis), maka pembelajaran yang dilakukannya akan menekankan kepada makna matematis tentang konsep-konsep dan logika prosedur matematika. Sedangkan guru yang menganut pandangan problem solving, maka dalam pembelajaran di dalam kelas akan menekankan aktivitas siswa dengan tujuan melibatkan siswa dalam proses penurunan matematika.
Memahami adanya perbedaan konsepsi (pandangan) terhadap matematika adalah suatu yang sangat penting dalam mengembangkan keberhasilan pelaksanaan program-program matematika sekolah dimana guru matematika melaksanakan proses pembelajaran di kelas dengan dilandasi pandangannya terhadap matematika yang sesuai dengan hakikatnya.
Untuk mengetahui kecenderungan pandangan guru terhadap matematika dapat ditinjau dari berbagai aspek yang dilakukan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas. Adapun aspek-aspek utama adalah sebagai berikut: (1) menyajikan konsep, (2) menyajikan aturan, (3) menyajikan prosedur, (4) jenis pertanyaan yang diajukan, (5) menguji kebenaran jawaban, (6) membantu kesulitan siswa dan (7) penggunaan buku paket.
Penguasaan Guru dalam Matematika Menurut Brown dan Baird (1990), kebanyakan penelitian mengenai penguasaan guru tentang matematika secara sederhana dengan melihat nilai mata kuliah matematika atau skor tes standar. Hal ini merupakan bagian kecil untuk melihat kedalaman pemahaman guru dalam matematika. Matematika yang diajarkan di sekolah cukup kompleks. Selain gagasan, fakta-fakta dan konsep-konsep tentang matematika serta hubungan satu sama lain harus diajarkan; juga guru harus memperhatikan proses mengerjakan (doing) dan menciptakan matematika. Jelaslah, agar guru dapat mengajar matematika, harus menguasai matematika dengan baik. Shulman dan kawan-kawan menemukan bahwa penguasaan guru dalam matematika mempengaruhi cara mereka mengajarkannya. Penelitian Steinberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa penguasasan guru dalam matematika yang lebih luas, cara mengajarnya lebih konseptual. Sedangkan guru dengan tingkat penguasaannya lebih sempit mengajarnya lebih cenderung menekankan aturan.
Penguasaan guru terhadap matematika ditekankan kepada kemampuan; (1) pemecahan masalah, (2) komunikasi, (3) penalaran, dan (4) koneksi matematika. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan; (a) memahami soal, (b) memilih pendekatan atau strategi pemecahan, (c) menuliskan model matematika, (d) menyelesaikan model, (e) menafsirkan solusi terhadap masalah semula. Kemampuan komunikasi adalah kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara tertulis, lisan atau diagram. Sedangkan kemampuan penalaran adalah menggunakan cara induktif dalam mengenal atau memprediksi pola serta menurunkan dan membuktikan rumus atau teorema. Kemampuan koneksi adalah kemampuan memahami koneksi di antara konsep-konsep dan berbagai prosedur, koneksi di antara topik-topik matematika, maupun matematika dengan bidang lain.
Ketika pengusaan guru matematika terhadap matematika yang tidak memadai dan kecenderungan pandangannya yang instrumentalis, secara bersamaan perlu menjadi pertimbangan LPTK yang menghasilkan guru matematika dalam merumuskan tujuan-tujuan, materi dan strategi perkuliahan, serta cara melakukan asesmen. Hakikat atau pandangan tentang matematika yang sejalan dengan tujuan pendidikan matematika sekolah, harus nampak dalam proses perkuliahan maupun proses asesmennya.
Oleh karena itu dalam upaya peningkatan pendidikan khususnya pada mata pelajaran matematika saya kira perlu adanya sebuah penelitian di kabupaten ciamis untuk memperoleh gambaran secara umum pandangan dan penguasaan guru matematika terhadap matematika baik itu di tingkat SD, SMP ataupun SMA. Sehingga kita dapat terus meningkatkan kualitas pendidikan khususnya matematika di kabupaten ciamis.

Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah

Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah 

Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan. Adalah Sigmund Freud, sang pelopor Psikoanalisis yang banyak mengkaji tentang kecemasan ini. Dalam kerangka teorinya, kecemasan dipandang sebagai komponen utama dan memegang peranan penting dalam dinamika kepribadian seorang individu.
Freud (Calvin S. Hall, 1993) membagi kecemasan ke dalam tiga tipe:
1. Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada di dunia luar atau lingkungannya.
2. Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting (dorongan Id) akan lepas dari kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman yang akan menimpanya jika suatu insting dilepaskan. Kecemasan neurotik berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas, jika dia melakukan perbuatan impulsif.
3. Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang memiliki super ego yang baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat atau berfikir sesuatu yang bertentangan dengan moral. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas jika dia melakukan perbuatan yang melanggar norma
Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut traumatik, yang akan menjadikan seseorang merasa tak berdaya, dan serba kekanak-kanakan. Apabila ego tidak dapat menanggulangi kecemasan dengan cara-cara rasional, maka ia akan kembali pada cara-cara yang tidak realistik yang dikenal istilah mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism), seperti: represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi dan regresi. Semua bentuk mekanisme pertahanan diri tersebut memiliki ciri-ciri umum yaitu: (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan dan (2) mereka bekerja atau berbuat secara tak sadar sehingga tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun, termasuk juga oleh para siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral. Karena kecemasan merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak ke permukaan maka untuk menentukan apakah seseorang siwa mengalami kecemasan atau tidak, diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali simptom atau gejala-gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatarbelangi dan mempengaruhinya. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa gejala-gejala kecemasan yang bisa diamati di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari masalah yang sesungguhnya, ibarat gunung es di lautan, yang apabila diselami lebih dalam mungkin akan ditemukan persoalan-persoalan yang jauh lebih kompleks.
Di sekolah, banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga, sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru. Penerapan disiplin sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang kurang nyaman, serta sarana dan pra sarana belajar yang sangat terbatas juga merupakan faktor-faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa.yang bersumber dari faktor manajemen sekolah.
Menurut Sieber e.al. (1977) kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti: gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan.
Mengingat dampak negatifnya terhadap pencapaian prestasi belajar dan kesehatan fisik atau mental siswa, maka perlu ada upaya-upaya tertentu untuk mencegah dan mengurangi kecemasan siswa di sekolah, diantaranya dapat dilakukan melalui:
1. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran dapat menyenangkan apabila bertolak dari potensi, minat dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, strategi pembelajaran yang digunakan hendaknya berpusat pada siswa, yang memungkinkan siswa untuk dapat mengkspresikan diri dan dapat mengambil peran aktif dalam proses pembelajarannya.
2. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung guru seyogyanya dapat mengembangkan “sense of humor” dirinya maupun para siswanya. Kendati demikian, lelucon atau “joke” yang dilontarkan tetap harus berdasar pada etika dan tidak memojokkan siswa.
3. Melakukan kegiatan selingan melalui berbagai atraksi “game” atau “ice break” tertentu, terutama dilakukan pada saat suasana kelas sedang tidak kondusif.. Dalam hal ini, keterampilan guru dalam mengembangkan dinamika kelompok tampaknya sangat diperlukan.
4. Sewaktu-waktu ajaklah siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar kelas, sehingga dalam proses pembelajaran tidak selamanya siswa harus terkurung di dalam kelas.
5. Memberikan materi dan tugas-tugas akademik dengan tingkat kesulitan yang moderat. Dalam arti, tidak terlalu mudah karena akan menyebabkan siswa menjadi cepat bosan dan kurang tertantang, tetapi tidak juga terlalu sulit yang dapat menyebabkan siswa frustrasi.
6. Menggunakan pendekatan humanistik dalam pengelolaan kelas, dimana siswa dapat mengembangkan pola hubungan yang akrab, ramah, toleran, penuh kecintaan dan penghargaan, baik dengan guru maupun dengan sesama siswa. Sedapat mungkin guru menghindari penggunaan reinforcement negatif (hukuman) jika terjadi tindakan indisipliner pada siswanya.
7. Mengembangkan sistem penilaian yang menyenangkan, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri (self assessment) atas tugas dan pekerjaan yang telah dilakukannya. Pada saat berlangsungnya pengujian, ciptakan situasi yang tidak mencekam, namun dengan tetap menjaga ketertiban dan objektivitas. Berikanlah umpan balik yang positif selama dan sesudah melaksanakan suatu asesmen atau pengujian.
8. Di hadapan siswa, guru akan dipersepsi sebagai sosok pemegang otoritas yang dapat memberikan hukuman. Oleh karena itu, guru seyogyanya berupaya untuk menanamkan kesan positif dalam diri siswa, dengan hadir sebagai sosok yang menyenangkan, ramah, cerdas, penuh empati dan dapat diteladani, bukan menjadi sumber ketakutan.
9. Pengembangan menajemen sekolah yang memungkinkan tersedianya sarana dan sarana pokok yang dibutuhkan untuk kepentingan pembelajaran siswa, seperti ketersediaan alat tulis, tempat duduk, ruangan kelas dan sebagainya. Di samping itu, ciptakanlah sekolah sebagai lingkungan yang nyaman dan terbebas dari berbagai gangguan, terapkan disiplin sekolah yang manusiawi serta hindari bentuk tindakan kekerasan fisik maupun psikis di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru, teman maupun orang-orang yang berada di luar sekolah.
10. Mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat dijadikan sebagai kekuatan inti di sekolah guna mencegah dan mengatasi kecemasan siswa Dalam hal ini, ketersediaan konselor profesional di sekolah tampaknya menjadi mutlak adanya.
Melalui upaya – upaya di atas diharapkan para siswa dapat terhindar dari berbagai bentuk kecemasan dan mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sehat secara fisik maupun psikis, yang pada gilirannya dapat menunjukkan prestasi belajar yang unggul.
Berdasarkan Meriam Webster Dictionary yang dikutip dari penelitian yang berjudul Overcoming math anxiety, kecemasan (anxiety) adalah rasa takut yang sangat besar terhadap sesuatu yang mengancam dan diikuti dengan respon fisiologis (seperti berkeringat, tekanan) dan rasa ragu pada diri sendiri bahwa mampu menghadapi hal yang menakutkan tersebut.
Dalam penelitian yang berjudul Overcoming math anxiety, Rossnan menyebutkan bahwa mathematic anxiety (kecemasan pada matematika) merupakan bentuk respon emosional saat pelajaran matematika, mendengarkan guru, saat memecahkan permasalahan matematika, mendiskusikan matematika. Bentuk respon emosional tersebut salah satunya adalah kecemasan.
Penelitian yang dilakukan oleh Godbey dengan judul mathematic anxiety and the underprepared student menyebutkan terdapat beberapa gejala math anxiety. Gejala-gejalanya meliputi rasa mual, badan terasa panas, ketegangan yang berlebihan, ketidakmampuan mendengarkan guru, mudah terganggu oleh suara-suara, ketidakmampuan konsentrasi, negatif self-talk, sakit perut, pikiran tiba-tiba kosong, berkeringat. Kecemasan dalam matematika juga dapat disebabkan oleh pengalaman buruk masa lalu yang berkaitan dengan pelajaran matematika. Misalnya siswa memiliki pengalaman masa lalu bahwa dirinya selalu dihukum berdiri di depan kelas, karena tidak bisa mengerjakan soal matematika.
Dalam penelitian yang dilakukan Godbey dan Rossnan menyarankan bahwa para guru matematika sebaiknya mampu meningkatkan rasa percaya diri anak. Khususnya dalam hal ini rasa percaya diri akan kemampuan matematika mereka. Para guru sebaiknya ikut mensukseskan melakukan sesuatu untuk membuat matematika mudah dimengerti dengan menggunakan prosedur dan berbagai macam materi di kelas.
Godbey menambahkan bahwa para guru matematika tidak hanya belajar mengenai matematika tetapi mereka mengajar dengan metode yang menarik untuk disampaikan dan pengaplikasian konsep-konsep matematika yang akan mengurangi kecemasan dan memberikan alasan yang tepat pada para siswa untuk mempelajari matematika. Mengenalkan humor di kelas dapat membawa keuntungan siswa dalam mempelajari matematika. Kegunaan humor dalam mengajar membawa keuntungan para murid dengan mengurangi kecemasan dan memfasilitasi pembelajaran.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Rangkuman Mata Kuliah Evaluasi Penilaian Pendidikan Oleh Prof. Ruseffendi S2 UPI Bandung BAB I PENILAIAN - Penilaian: melihat nilai sesuatu berdasarkan standar tertentu utk digunakan tuk kepentingan siswa. - Evaluasi : penilaian kontinu dan sistematik dari proses yang dikaitkan dengan apa yg diharapkan, sedangkan penilaian tidak. - Pengukuran itu hanya melihat bilangannya dimulai atau tidak dengan pembuatan alat ukur, penilaian a/ mengubah skor mentah menjadi sesuatu yg ada dlm system nilai, keg. Evaluasi melibatkan kajian membandingkan, melihat alasannya, menjawab pertanyaan mngapa. 1.2 Fungsi penilaian: member gambaran mengenai sesuatu yg diperlukan oleh masyarakat/pengambil keputusan. 1. penilaian penempatan : berperan sebagai petunjuk, sebaiknya di tk mana anak itu. 2. penilaian formatif : tuk memonitor keberhasilan siswa 3. penilai diagnostic : mengungkap kesukaran permanen dalam sswa belajar yg tidak bisa dipecahkan oleh tes formatifnya 4. penilaian sumatif : meihat apakah tjuan pengajaran/unit pegajaran itu sudah tercapai atau belum. 1.3 patokan penilaian 4 faktor yg diperhatikan : 1. criteria : ciri2 siswa dalam kemampuannya dlm bidang tertentu, missal IQ 2. standar ; acuan yg digunakan dalam enilaian, missal local, nasional, internasional 3. indicator : cirri yg digunakan dlm penilaian itu, ingatannya panjang 4. kredibilitas: alat ukur&ukuranya harus dapat dipercayakan 1.4 Kedudukan penilaian dalam konteks pengajaran 1.5 jenis penilaian : prestasi belajar siswa, penilaian program, penilaian diri, Jenis penialian yang perlu dikuasai guru : penialian diri, formatif, diagnostic, sumatif dan sikap. 1.7 kegiatan penilaian 1. pembuatan penilain, 2. Melaksanakan penilaian, 3. Pemeriksaaan, 4. Pengolahan nilai (skor mentah ke skor baku), 5. Mengadakan kontak mengenai keberhasilan siswa (rapot), 6. Pemberian rekomendasi, 7. Mberikan penilaian secara menyeluruh, 8. Keg. Berkenaan dengan penilain diri. Bab 2 Kaitan Tujuan Pengajaran dan tujuan penilaian Tujuan Pendidikan Nasional 1. Indonesia: Pendidikan nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, kerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan trampil serta sehat jasmani dan rohani. Tujuan institusional sekolah lanjutan Menurut kurikulum 84 dasar dan tujuan pendidikan sma adalah: 1. Pendidikan sma berdasarkan pancasila dan UUD 45 2. Tujuan umum pendidikan sma untuk menujang tercapainya tujuan nasional. Menurut kurikulum 75: 1. Menjadi WNI yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir batin 2. Menguasai hasil pendiidkan uum yang merupakan kelanjutan dari Sekolah tingkat pertama 3. Memiliki bekal melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi 4. Memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil keterampilan untuk bekerja sesuai dengan minatnya di masyarakat Tujuan Umum pendidikan tingkat pertama : 1. Menjadi WNI Menjadi WNI yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir batin 2. Menguasai hasil pendiidkan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan Sekolah Dasar 3. Memiliki bekal untuk melanjutkan ke tingkat lanjutan Tujuan umum pendidikan SMA dalam kurikulum 84 dan 75 pada dasarnya sama, sebab dalam tahun 75 kata2 pancasila dan UUD 45 sudah tercakupkan dalam GBHN Tujuan Kurikuler: yaitu tujuan suatu bidang studi itu diberikan. Tujuan kurikuler ada 3 yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Inti atau tujuan kurikuler: 1. Pengetahuan yang berkenaan dengan istilah symbol, proses, fakta dan symbol matematika. 2. Keterampilan yang akurat dalam menghitung dan menggunakan alat2 matematik 3. Menggunakan konsep dalam proses matematika untuk menemukan generalisasi dan penerapan baru serta menerapkan dalam pemecahan masalah. 4. Pemahaman atau pengertian tentang fakta, konsep matematika 5. Kemampuan utnuk mengembangkan yaitu kebiasaan mandiri dalam belajar matematika diluar matematika yang diajarkan 6. Menyadari dan menghayati penghayatan matematika di masyarakat 7. Sikap yang kreatif, sungguh-sungguh objektif, secara ilmiah, terbuka mau mencoba dll Tujuan Instruksional Perbedaan tujuan instruksional dan tujuan kurikuler, terletak pada bahan materi yang disampaikan dan keluasan materi, Tujuan instruksional itu tujuan yang lebih rinci daripada tujuan kurikuler Tujuan Instruksional ada 2 yaitu umum dan khusus TIU: tujuan pengajaran yang hasil pengajarannya dapat diartikan bermacam-macam, kata-kata yang ambigu misalnya memahami, menafsirkan, menghargai, dll. TIK: ada 2 yaitu lengkap dan tidak lengkap. Lengkap: ada Subjek-ada KKO-Kondisi-persyaratan minimum. Tidak lengkap: subjek-KKO Kata2 kerja untuk TIK: mengukur, menafsir, mengumpulkan dll TIK dan Taksonomi Bloom 6 aspek kognitif: 1. Pengetahuan: berkenaan dengan hafalan 2. Pemahaman : berkenaan dengan pengertian. Tapi tahapannya masih rendah 3. Aplikasi: kemampuan menerapkan apa yang diperoleh 4. Analisis: mengenal bagian bagian-bagian dari sesuatu yang diketahui tapi belum sampai tahap penyusunannya -analisis unsure, hubungan, dan struktur yang diorganisasikan. 5. intesis: mengenal unsure-unsurnya dan menyusunnya menjadi suatu pola, sisten dll yang baginya baru. 6. evaluasi : mampu mengkaji, membuat criteria, menilai, memberikan pertimbangan dll. Pertanyaan dan Teknik bertanya: Pertanyaan ada 2: tertutup dan terbuka. 1. Tertutup: untuk pemikiran tingkat rendah mengenai fakta singkat, pertanyaan yang jawabaannya ya atau tidak dll. Pertanyaan tertutup ada 2: tipe ingatan kognitif dan konvergen -tipe ingatan kognitif: tipe pertanyaan yang untuk menjawabnya paling rendah -konvergen: selain hafal fakta, dapat mengaitkan fakta satu sama lain dan memberikan penjelasan 2. Pertanyaan terbuka: pertanyaan yang luas, memuat dugaan, perkiraan dan hipotesis Pertanyaan terbuka ada 2: tipe divrgen dan evaluative - Tipe divergen jawabannya sering tidak terduga, dan jawabannya tidak hanya satu - Tipe eveluatif: harus dapat memerikan pertimbangan apakah jawaban itu baik atau buruk. Tujuan Penilaian. Tujuan penilaian untuk melihat penguasaan suatu materi, keberhasilan belajar, keterampilan tertentu dan lain-lain Tujuan penilain tidak lepas dari tujuan pendidikan nasional. BAB III ALAT PENILAIAN 3.1 Tes Tes ad/ sekumpulan soal atau pertanyaan yang dipakai untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, kemampuan/intelegensi. Adanya tes yang beraneka ragam itu disebabkan adanya perbedaan dalam bentuk jawaban siswa, pembuat soal, tujuannya, subjektif atau objektifnya penilaian. 3.1.1 Jenis tes 1. tes dengan jawaban berbeda Adalah tes tertulis, lisan, perbuatan dan penampilan Tes tertulis : tes penyelenggarannya dapat dilaksanakan sekaligus. Tes lisan diadakan a/ untuk menghilangkan keraguan penilaian. Tes perbuatan : mengukur yg belum bisa diukur tulis dan tertulis Tes penampilan : tes tuk menunjukkan kemmapuan dalam berbusana, berpidato.. 2. Tes dengan pembuatnya berbeda (menggnakan tes baku) 3. Tes dengan sasaran berbeda a. tes kecepatan b. tes kemmapuan c. tes seleksi d. pretes dan postes e. tes perolehan f. tes penempatan g. tes integensi 3.1.2 Tipe dan Bentuk Tes I. Tes Tipe Uraian (surjektif) Keuntungan; membuatnya mudah, kreatif pd siswa, proses siswa menjawab soal-soal itu nampak Kelemahan : memeriksa, nilai subjektif, pertanyaan2 relatif singkat, pemeriksaan hanya dapat dilakukan ahlinya. II Tes tipe Objektif 1. benar-salah kelemahan: menimbulkan keraguan (ambiguity), penggunaan terbatas, factor terka menerkanya 2. Pilihan banyak Terka menerka relative kecil, 3. Bentuk isian 4. Memasangkan Keuntungan tes objektif : *Materi bisa banyak, menyeluruh * penilain objektif * waktu memeriksa relative singkat * pengolahan data bisa dg computer * dapat dipakai ulang Kelemahan tes objektif • * proses berpikir anak tidak bisa diukur * sifat kreatif siswa menumpul * aspek dan kemampuan sukar diungkapkan. 3.2 Non Tes Angket, wawancara dan observasi Permasalahan non tes: * Intensitasnya, * kekonsistenan, * relevansi jawaban, * ketidakjujuran 3.3 Penilaian diri BAB IV MEMBUAT ALAT PENILAIAN 4.1 Membuat Rancangan tes hasil belajar 4.1.1 membuat kisi-kisi Kisi-kisi adalah gambran menyleuruh mengenai soal yg akan ditanayakan. PB lebih banyak digunakan karena, tidak ambigu/meragukan, terka menerka kecil,mengukur berbagai sasaran. PB minimal 25 soal. 25 soal PB sebanding dg 200 BS. 4.1.2 merumuskan TIK - ingatan : menyebutkan - pemahaman : menghitung - sistesis : membuktikan - Aplikasi : menghitung - analisis : menjelaskan - evaluasi : menilai 4.1.3 menyusn dan merakit soal Merakit: mengatur soal sehingga menjadi satu set soal yg baik dan rapih. 4.1.4 pengecekan secara menyeluruh 1. mengeck pilihannya sudah sebanding untuk pilihan yg benar. 2. tepatnya soal berdasarkan tipe dan bentuk 3. pegecekan menenai petunjuknya. 4,2 sistem penilaian 4.2.1 Jenis Skala 1. skal nominal : berkenaan dg pengelompokkan dan kategori, pri-wanita, sd-smp-sma 2. skala ordinal : meibatkan bilnagn. Pringkat, nomor urut rumah. 3. skala interval : jarak antara 2 bil. Yg berdekatan a/ sama. Skla likert, thurstone, diferensial semnatik, 4. skala rasio : bisa membandingkan melalui operasi hitung. (ada nol mutlak) 4.2.2 Pemberian nilai Nilai terolah : 1. Peringkat 2. Peringkat persen PP =(( (N – R) + ½ ) x100) / N 3. Nilai z dan nilai T Z = (x – x(bar)) / Sb T = z x 10 + 50 4. Stanin Dibagi menjadi 9 daerah vertical dg lebar sama, 5. Nilai dengan huruf Ningal acuana 4.2.3 Sistem penilain PAN Didasarkan pada urutan besarnya skor. Ex: peringkat, p persen, nilai z, t stanin dan huruf. Kekurangan tidak terkontrolnya penguasaan siswa terhadap peljaaran. 4.2.4 Sistem penilai PAP Didasarkan pada penguasaan siswa. Skor yg belum sama atau lewat dari nilai ambang tidak akan diluluskan. Kelmahan: tidak menunjukkan kemampuan dibandingkan dg temannya, banyaknya yg lulus, 4.2.5 Campuran PAN dan PAP Kelebihan PAN dapat menunjukkan peringkat, kelebihan PAP adanya control thp penguasaan materi. 4.2.6 Nilai ambang pada soal tes tipe objektif 4.3 percobaan instrument 4.3.1 Validitas Instrumen 1. Validitas isi : didasarkan pd sisinya (materinya) 2. validitas criteria : berkenaan dg peluang posisi seseorang dikemudian hari atau di bidang lain 3. validitas ramal : tuk meramalkan sesuatu 4. validitas dompleng : didasrkan pada mendomplengnya instrument yg dibuat kepada instrument lain yg validitas ramanya sudah ada. 5. validitas konstruk : validitas yg diperoleh memlalui penyusunan instrument yg didasarkan kepada karakteristik subjek yg dituju atau prilaku yg diharapkan. 6. validitas banding : validitas yg dimiliki oleh instrument yg kita buat yg koefesien korelasinya dg alat ukur yg ada dan valid, diketahui tinggi 4.3.2 realibilitas Instrumen Cara hitung : 1. Cara bagi dua 2. Cara kuder-richardson 3. Cara kuder-richardson-21 4. Rumus alpha (cronbach alpha) Jika realibitasnya tinggi, belum tentu valid (hanya syarat perlu). Instrument yang valid maka akan reliable. 4.3.5 analisis butir soal 1. tingkat kesukaran 2. daya pembeda 3. factor pengecoh